HIPERTENSI
1. Epidemiologi
Hipertensi adalah masalah kesehatan
masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit
degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit
vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya asimptomatik dan
setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung.
Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan
kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia
di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih.
Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada
usia 18 tahun ke atas. Dari
jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya
pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa,
peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60%
risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.
Berdasarkan American Heart Association
(AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar
21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian akibat
hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan
hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia.
Hipertensi perlu diwaspadai karena
merupakan bahaya diam-diam. Tidak ada gejala atau tanda khas untuk peringatan
dini bagi penderita
hipertensi. Selain itu, banyak orang merasa sehat dan energik walaupun memiliki
hipertensi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebagian
besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.
2. Definisi
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang
ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa, sehingga darah terus
mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu mendorong dinding pembuluh arteri
atau nadi. Tekanan darah diperlukan agar darah tetap mengalir dan mampu melawan
gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri. Tanpa adanya kekuatan secara
terus – menerus dalam sistem peredaran, darah segar tidak dapat terbawa ke otak
dan jaringan seluruh tubuh.
Tekanan darah yang paling rendah
terjadi saat tubuh dalam keadaan istirahat atau tidur dan akan naik sewaktu
latihan atau berolahraga. Hal ini disebabkan dalam latihan atau olahraga
diperlukan aliran darah dan oksigen yang lebih banyak untuk otot – otot. Jika
terdapat hambatan misalnya karena penyempitan pembuluh arteri, tekanan darah
akan meningkat dan tetap pada tingkat yang tinggi, semakin besar
hambatan tekanan darah akan semakin tinggi.
3. Tekanan Darah
Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik
Di dalam tubuh manusia, tekanan darah
terbagi menjadi dua bagian, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan yang terjadi bila otot jantung
berdenyut memompa darah keluar melalui arteri. Angka ini menunjukkan seberapa
kuat jantung memompa untuk mendorong darah melalui pembuluh darah. Tekanan
diastolik adalah saat otot jantung berelaksasi, darah kembali masuk ke jantung.
Angka ini menunjukkan berapa besar hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran
darah balik ke jantung.
Tekanan darah sangat bervariasi
tergantung pada keadaan, akan meningkat saat aktivitas fisik, emosi dan stress
dan menurun selama tidur. Tekanan darah merupakan hasil dari curah jantung dan
resistensi vaskuler. Sehingga terjadi peningkatan tekanan darah ketika curah
jantung meningkat, resistensi vaskuler perifer bertambah atau karena keduanya.
4. Faktor – faktor
yang mempertahankan Tekanan Darah
Menurut Pearce, faktor – faktor yang mempertahankan
tekanan darah antara lain :
1)
Kekuatan
jantung memompa darah sehingga darah dapat beredar keseluruh tubuh dan kembali
ke jantung.
2)
Banyaknya darah
yang beredar. Dinding pembuluh darah membutuhkan darah yang cukup untuk membuat
suatu tekanan.
3)
Kekuatan
(vaskositas) darah, disebabkan oleh protein plasma dan jumlah sel darah yang
beredar dalam aliran darah.
4)
Elastisitas
dinding pembuluh darah. Di dalam arteri tekanan lebih besar daripada vena,
sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis daripada vena.
5)
Tekanan tepi
(tahanan perifer), yaitu tekanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang
mengalir dalam pembuluh.
5. Definisi
Hipertensi
The Joint National Community on
Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika
Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan
sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih
atau sedang memakai obat anti hipertensi.
Pada anak-anak, definisi hipertensi
yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis
kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada
pengukuran yang terpisah.
The sixth Report of The joint national
Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Presure (JNC VI) mengklasifikasikan tekanan darah untuk orang
dewasa menjadi enam kelompok yang terlihat seperti pada tabel 1 dibawah.
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa
yang berusia 18 tahun atau lebih.
Kategori
|
Sistolik (mmHg)
|
|
Diastolik (mmHg)
|
Optimal
Normal
Normal tinggi
Hipertensi
Derajat I
Derajat II
Derajat III
|
< 120
<130
130 – 139
140 – 159
160 – 179
≥ 180
|
dan
dan
atau
atau
atau
atau
|
< 80
<85
85 – 89
90 – 99
100 – 109
≥ 110
|
Sumber : The sixth Report of The Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure,
sixth report (JNC VI). Dikutip oleh Debra A. Krummel. Medical Nutrition Therapy
in Hypertension. Dalam L. Kathleen M, Sylvia Escoott. Krause’s Food, Nutrition,
& Diet Therapy. USA: Elsevier; 2004
6. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer
dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
1)
Hipertensi
esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.
Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor
yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30 – 50 tahun.
2)
Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi
renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme
primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.
a) Hipertensi pada
penyakit ginjal
Penyakit ginjal dapat meningkatkan
tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat
mengganggu ginjal. Secara klinis sulit untuk membedakan dua keadaan tersebut,
terutama pada penyakit ginjal menahun. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap
ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita
hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat
komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat
terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik, baik pada
kelainan glumerolus maupun pada kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit
ginjal dapat dikelompokkan dalam :
1.
Penyakit
glumerolus akut
Hipertensi terjadi karena adanya
retensi natrium yang menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena
adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini
dimungkankan abibat adanya retensi relatif terhadap Hormon Natriuretik Peptida
dan peningkatan aktivitas pompa Na – K – ATPase di duktus koligentes.
2.
Penyakit
vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang
kemudian merangsang sistem renin angiotensin aldosteron.
3.
Gagal ginjal
kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya
retensi natrium, peningkatan sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron
akibat iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik yang
meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis sekunder, dan pemberian
eritropoetin.
4.
Penyakit
glumerolus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron
(RAA) merupakan satu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan
berperan dalm naiknya tekanan darah, pangaturan keseimbangan cairan tubuh dan
elektrolit.
b) Hipertensi pada penyakit renovaskular.
Hipertensi renovaskular merupakan
penyebab tersering dari hipertensi sekunder. Diagnosa hipertensi renovaskular
penting karena kelainan ini potensial untuk disembuhkan dengan menghilangkan
penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis adalah suatu
keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis.
Sedangkan hipertensi renovaskular adalah hipertensi yang terjadi akibat
fisiologis adanya stenosis arteri renalis.
Istilah nefropati iskemik menggambarkan
suatu keadaan terjadinya penurunan fungsi ginjal akibat adanya stenosis arteri
renalis. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal, kelainan ini akan menetap
walaupun tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan pengobatan yang meliputi
medikamentosa antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan bedah ataupun
angioplasti.
c) Hipertensi pada
kelainan endokrin
Salah satu penyakit yang disebabkan
oleh kerusakan endokrin adalah aldosteronisme primer (Sindrom Conn).
Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi
aldesteron yang tidak terkendali yang umumnya berasal dari kelenjar korteks
adrenal. Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan triad terdiri
dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik. Sindrom ini disebabkan
oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal.
d) Sindrom Cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh
hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang
menghasilkan Adenocorticotropin Hormone (ACTH).
e) Hipertensi
adrenal kongenital
Hipertensi adrenal kongenital merupakan
penyabab terjadinya hipertensi pada anak (jarang terjadi).
f) Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu
hipertensi endokrin yang patut dicurigai apabila terdapat riwayat dalam
keluarga. Tanda – tanda yang mencurigai adanya feokromositoma yaitu hipertensi,
sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia.
Feokromositomia disebabkan oleh tumor
sel kromatin asal neural yang mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal
dari kelenjar adrenal, dan hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai
simpatis. 10 % dari tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral.
Feokromositomia dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai
takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
g) Koartasio
aorta
Koarktasi aorta paling sering
mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia kiri dan menimbulkan
hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi
arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan
setelah reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama
sebelum operasi.
h) Hipertensi pada
kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan
penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan
neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia
sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik. Perempuan hamil dengan
hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang berat
seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, koagulasi
intravaskular. Penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan
didapatkan risiko kehamilan preaklampsia 10 – 25 %, abruptio 0,7 – 1,5 %,
kehamilan prematur kurang dari 37 minggu 12 – 34 %, dan hambatan pertumbuhan
janin 8 – 16 %. Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat pada
trimester pertama dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %. Terhadap janin,
mengakibatkan risiko retardasi perkembangan intrauterin, prematuritas dan
kematian intrauterin. Selain itu risiko hipertensi seperti gagal jantung,
ensepalopati, retinopati, perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut dapat
terjadi. Sampai sekarang yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol
secara agresif dapat menurunkan terjadinya eklampsia.
i) Hipertensi
akibat dari penggunaan obat – obatan.
Penggunaan obat yang paling banyak
berkaitan dengan hipertensi adalah pil kontrasepsi oral (OCP). 5% perempuan
mengalami hipertensi sejak mulai penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35
tahun)lebih mudah terkena, begitupula dengan perempuan yang pernah mengalami
hipertensi selama kehamilan. Pada 50 % tekanan darah akan kembali normal dalam
3 – 6 sesudah penghentian pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat
kardioproteksi dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait
dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritopoietin, dan kokain.
7. Gejala Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang
merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari
tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda.
Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala
setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak
dan jantung.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat
berlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun
– tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya bersifat
spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan
adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tungkuk,
sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan
dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium,
stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat
menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.
8. Patogenesis
Tekanan darah terutama dikontrol oleh
sistem saraf simpatik (kontrol jangka pendek) dan ginjal (kontrol jangka
panjang). Mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan
perubahan – perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada
tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer
normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf simpatik
mengeluarkan norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh
arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer meningkat. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer meningkat
yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks
autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik
yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi
sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian
tahanan perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan
curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan
perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.
Mekanisme patofisiologi yang
berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain :
1)
Curah jantung
dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan
perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian
besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan
perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus
yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan
berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan
konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh
darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal
meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.
2)
Sistem
Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui
pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem
Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan
tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin
I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat
aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena
bersifat sebagai vasoconstrictor melalui
dua jalur, yaitu:
a.
Meningkatkan
sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya
volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
b.
Menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid
yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
3)
Sisten Saraf
Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini
mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi
dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem
renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon.
4)
Disfungsi
Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai
peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi
sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.
Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari
oksida nitrit.
5)
Substansi
vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang
mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan
normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga
endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah
serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide
merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan
volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang
akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.
6)
Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan
ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau
kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin
lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat
dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.
7)
Disfungsi
diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan
ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal
ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat
olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan
tekanan ventrikel.
9. Faktor Risiko
Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi
secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko
terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
- Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa
jika seseorang mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka
orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada
orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat
keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan
laki – laki dibawah 55 tahun.
b. Usia
Beberapa penelitian yang dilakukan,
ternyata terbukti bahwa semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi
tekanan darahnya.. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah
semakin menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi
pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah pada laki –
laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65 tekanan darah pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi
bertambah dengan semakin bertambahnya usia.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh
penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex
mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki –
laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan
meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.
d. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja
jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian,
diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang
terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan
pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap
jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,
pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan
vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.
e. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak
abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan
tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan
risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat
badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi.
Tergantung pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas
nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler.
Penurunan berat badan efektif untuk
menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan
tekanan darah secara signifikan.
f. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi
diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres
menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi.
g. Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi
dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan
tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik
yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan
tekanan darah secara langsung.23 Olahraga secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun
normotensi.
h. Asupan
1) Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam
cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg / L,
Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan
keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi
otot.
Perpindahan air diantara cairan
ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah
perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang mempunyai
konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan
ekstraseluler dan kalium dengan zat – zat organik pada cairan intraseluler,
adalah zat – zat terlarut yang tidak dapat menembus dan sangat berperan dalam
menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran.
Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari)
diabsorpsi terutama di usus halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume
pertama – tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume
sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang
vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat volume cairan
ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan
berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi
secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium
disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan Na yang jumlahnya mencapai
90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini
diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na
darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na kembali.
Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi
rendah.
Garam dapat memperburuk hipertensi pada
orang secara genetik sensitif terhadap natrium, misalnya seperti: orang
Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi
jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak
lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih
dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat lebih cepat dengan
meningkatnya usia, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan.
Hubungan antara retriksi garam dan
pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi
diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam ditambah.
2) Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam
cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi
kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah.
Sekresi kalium pada nefron ginjal
dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan
reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan sekresi
aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan kalium.
Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi
efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh
keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal.
Penelitian epidemiologi menunjukkan
bahwa asupan rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal
vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah
pada ginjal. Pada populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan
prevalensi hipertensi lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi
rendah kalium.
3) Asupan
Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat
terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator
dalam regulasi tekanan darah. The joint national Committee on Prevention,
detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan
bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.
Sebagian besar penelitian klinis
menyebutkan, suplementasi magnesium tidak efektif untuk mengubah tekanan darah.
Hal ini dimungkinkan karena adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi.
Meskipun demikian, suplementasi magnesium direkomendasikan untuk mencegah
kejadian hipertensi.
4) Kalsium
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara diet kalsium dengan prevalensi
hipertensi. Hubungan diet kalsiun dengan hipertensi tampak pada perempuan ras
Afrika Amerika. Peningkatan konsumsi per hari (untuk total asupan kalsium 1500
mg per hari) tidak memberikan pengaruh terhadap tekanan darah pada laki-laki.
Dengan demikian, peran suplementasi kalsium untuk mencegah hipertensi tidak
terbukti. Namun, JNC VI merekomendasikan peningkatan asupan kalium, magnesium
dan kalsium untuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Asupan kalsium
yang direkomendasikan sebesar 1000 sampai 2000mg par hari.
10. Penanggulangan
hipertensi
:
a.
Penatalaksanaan
farmakologis
b.
Penatalaksanaan
non farmakologis ( diet)
Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai
pelengkap penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan
antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup.
Tujuan
dari penatalaksanaan diet :
- Membantu
menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah
menuju normal.
- Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral
- Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih,
tingginya kadar asam lemak, kolesterol dalam darah.
- Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti
penyakit ginjal, dan DM.
Prinsip
diet penatalaksanaan hipertensi :
- Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang
- Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan
kondisi penderita
- Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan
penderita dan jenis makanan dalam daftar diet
Konsumsi
garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hr atau dapat menggunakan garam
lain diluar natrium.
11. Pencegahan
hipertensi
Resiko seseorang untuk mendapatkan
hipertensi dapat dikurangi dengan cara :
-
Memeriksa
tekanan darah secara teratur
-
Menjaga berat
badan dalam rentang normal
-
Mengatur pola
makan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan berserat, rendah lemak dan
mengurangi garam.
-
Hentikan
kebiasaan merokok dan minuman beralkohol
-
Berolahraga
secara teratur
-
Hidup secara
teratur
-
Mengurangi
stress dan emosi
-
Jangan
terburu-buru
-
Mengurangi
makanan berlemak
Daftar Pustaka
Jakarta
: Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet edisi baru,Gramedia
Depkes,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian
Dan
Alat Kesehatan. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT
HIPERTENSI. 2006
Goodman,
Cathrine Cavallaro .1998. Pathology Implication for The Physical
Therapist.
US : W. B. Saunders company
Ruhyanuddin,
Faqih. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem
KARDIOVASKULER.
Malang : UMM Press
Stump,
Kathleen Mahan, Sylvia Escoot. 1996. Krause’s Food, Nutrition, & Diet
Therapy.
9th edition.
W. B. Saunders Company
http://fkmutu.blogspot.com/